27 Okt 2009

Sekedar Kader

Kiyai
Ini aku
Kadermu yang keder
Menerima toggak estafet perjuanganmu
Tak mampu cerahkan redup sembilan bintangmu
Tak mampu hijaukan gersang bumimu
Tak rekat di tambangmu.

Ini aku
Kader NU yang masih sekedar.

08 – Dzul Qo’dah – 1430
Pesarean KH Hasyim Aysari Tebuireng Jombang

26 Okt 2009

Mengharap Sentuhmu

Guru
Aku datang tanpa muka
Karena jika ku bawa
Aku takut engkau akan muntah
Melihat wajah penuh nanah

Guru
Di bawah cangkupmu
Aku berlabu
Mengharap sentuhmu
Kelupas legamku

Guru
Aku percaya
Dalam dekapan tanah
Kau masih bisa menyapa

07 - Dzul Qo’dah - 1430
Pesarean Sayyid Sulaiman Mojoagung jombang.

20 Okt 2009

purnamaku


walau telah hadir
bulan baru di sisiku
ternyata
kau masih PURNAMAKU

ada apa ini?


ada apa ini?
hujan datang pagi hari
saat aku hendak pergi

ada apa ini?
aral melintang
selalu datang menghadang

ada apa ini?
hujan pergi siang hari
saat aku patah hati

ada apa ini?
tak ada rintang
sedang ia hilang

ada apa ini?
hujan kembali sore hari
saat aku semangat lagi

ada apa ini?
di depan gawang
aku masih gamang

ada apa ini?
hujan pergi malam hari
saat aku telah mati

ada apa ini?
aku pulang
tanpa kembang

17-syawal-1430

17 Okt 2009

Gombalku


Maaf
tak ada puisi untukmu
karena kata-kata tak juga muncul batang hidungnya

untuk saat ini
biarkan aku menggombal
merayumu dengan kain lusuh
atau jika perlu
kuberi kau tai
hingga keluar caci maki
hingga kau kejar aku
dengan segenggam batu

aku akan lari
berputar-putar di situ
sampai letih kau buru aku

kan kubuang gombalku
kau rayu kau dengan kertas tisu
tuk usap keringatmu.

.....
hei lihatlah
batang hidung kata-kata
muncul tanpa suara

Sidogiri: 19 Syawal 1430

16 Okt 2009

MEMILIKIMU


Memandangmu...
memandang tulang
yang dulu hilang

adakah kau igaku dulu?
dan jika benar itu
maka biarkan aku menyentuhmu
merangkulmu
MEMILIKIMU

15 Okt 2009

di Lembar Arsy

di lembar arsy
tergolek
merangkak
berdiri
berlari
mati

adalah jemari waktu
yang mencatatku
dalam buku semesta

aku terdampar
di langgar tanpa dampar
di ruang tak berdinding
mengkaji prasasti diri
dengan huruf-huruf
yang meloncat
ke mataku
sendiri,
menuntutku tuk merunutnya,
membacanya
;tanpa kornea

terseret aku
dalam linang
yang mustahil
dijala

dan...
bisik udara
bunyikan arti
pun tak buatku sangsi
kerna
di lembar arsy
telah terukir
TAKDIR